Apa Itu Penyakit Komorbid dan Mengapa Berbahaya? Penyakit komorbid atau penyakit penyerta adalah kondisi dimana seseorang memiliki dua atau lebih penyakit pada saat bersamaan dengan penyakit lainnya. Penyakit kronis (jangka panjang) seperti dan hipertensi sering disebut sebagai penyakit penyerta. Sebagai contoh, penyakit diabetes biasanya berdampingan dengan penyakit komorbid hipertensi dan penyakit mental dan penyalahgunaan zat sering terjadi bersamaan.
Umumnya, beberapa penyakit komorbid dapat terjadi bersamaan dengan penyakit yang lain. Hal ini disebabkan karena kemungkinan faktor risiko dari kedua penyakit tersebut sama. Seseorang dengan penyakit komorbid sangat perlu diperhatikan pengobatannya terutama di saat pandemic Covid 19. Didapati bahwa orang-orang dengan komorbid atau memiliki penyakit bawaan ternyata lebih berisiko saat Covid 19 menyerang.
Gejala yang dialami pun akan terasa lebih berat dibandingkan dengan orang yang terinfeksi Covid 19 tanpa komorbid. Jadi, penyakit penyerta atau komorbid dapat memperburuk kesehatan seseorang jika dinyatakan positif Covid 19.
Apa yg dimaksud dengan komorbid?
Apa itu komorbid? – Komorbid adalah istilah untuk mendefinisikan penyakit penyerta yang diderita oleh seseorang ketika ia terserang suatu penyakit lainnya. Sederhananya, seseorang tersebut sudah lebih dahulu memiliki penyakit lain. Kondisi tersebut kemudian diperparah dengan kehadiran penyakit lainnya.
- Seseorang yang memiliki penyakit penyerta berisiko mengalami hambatan dalam proses penyembuhan ketika terserang penyakit lainnya.
- Bahkan, tak jarang hal ini justru menyebabkan komplikasi serius, salah satunya kematian.
- Sebagai contoh, seseorang yang memiliki penyakit jantung berpotensi mengalami gejala serius ketika ia terinfeksi virus corona covid-19,
Di sini, penyakit jantung disebut sebagai komorbid. Selain jantung, jenis penyakit lainnya yang dapat dikategorikan sebagai penyakit komorbid antara lain:
StrokeDiabetes Tekanan darah tinggi (hipertensi) Asma
Mengingat komorbiditas bisa berdampak fatal, maka penanganannya dilakukan secara khusus dan harus sedini mungkin.
Mengapa orang menderita diabetes melitus?
Diabetes melitus tipe 1 terjadi karena penyakit autoimun yang menyebabkan pankreas tidak dapat memproduksi insulin. Sementara itu, diabetes melitus tipe 2 muncul sebagai efek dari pola makan tidak sehat karena tidak bisa mengontrol asupan gula yang masuk dalam tubuh.
Apakah penyakit diabetes sangat berbahaya?
Diabetes – Penyebab, Gejala, dan Pengobatan – Kabupaten Bogor Diabetes adalah kondisi di mana kandungan gula dalam darah melebihi normal dan cenderung tinggi. Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit metabolisme yang mampu menyerang siapa saja. Diabetes mellitus (atau kencing manis) adalah kondisi kronis dan berlangsung seumur hidup yang mempengaruhi kemampuan tubuh dalam menggunakan energi yang dari makanan.
- Ada dua jenis utama dari penyakit ini: Tipe 1 dan Tipe 2.
- Sebanyak 350 juta orang di seluruh dunia mengidap diabetes.
- Pada tahun 2004, sekitar 3-4 juta orang meninggal karena kadar gula darah yang tinggi.
- Lebih dari 80% kematian akibat penyakit DM terjadi di negara dengan tingkat penghasilan menengah dan rendah.
WHO memperkirakan jumlah kematian akibat DM akan meningkat dua kali lipat selama periode 2005 – 2030. Penyebab Prinsip penyebab penyakit ini apapun jenisnya adalah terganggunya kemampuan tubuh untuk menggunakan glukosa ke dalam sel. Tubuh normal mampu memecah gula dan karbohidrat yang Anda makan menjadi gula khusus yang disebut glukosa.
Glukosa merupakan bahan bakar untuk sel-sel dalam tubuh. Untuk memasukkan glukosa ke dalam sel dibutuhkan insulin. Pada orang dengan DM, tubuh tidak memiliki insulin (DM Tipe 1) atau insulin yang ada kurang adekuat (DM Tipe 2). Karena sel-sel tidak dapat mengambil glukosa, glukosa itu menumpuk dalam aliran darah.
Tingginya kadar glukosa darah dapat merusak pembuluh darah kecil di ginjal, jantung, mata, dan sistem saraf. Oleh karena itu, diabetes yang tidak ditangani dapat menyebabkan penyakit jantung, stroke, penyakit ginjal, kebutaan, dan kerusakan saraf di kaki.
Kelaparan dan kelelahan, Tubuh mengubah makanan menjadi glukosa yang digunakan untuk menghasilkan energi. Ketika insulin tidak optimal lagi atau tidak ada, maka tubuh akan merasa mudah lelah dan cepat lapar. Kencing lebih sering dan menjadi mudah haus, Rata-rata orang biasanya berkemih antara 4–7 kali dalam 24 jam, tapi orang-orang dengan penyakit ini mungkin menjadi lebih sering. Mengapa? Biasanya ginjal akan menyerap glukosa diikuti oleh penyerapan air. Tetapi pada penderita diabetes, kadar gula darah sudah meningkat sehingga tubuh tidak mungkin menyerap ulang glukosa. Akhirnya, air yang melewati ginjal menjadi lebih banyak. Mulut kering dan kulit gatal. Karena semakin sering berkemih, terjadi kekurangan air pada bagian tubuh lainnya. Anda bisa mengalami dehidrasi dan mulut terasa kering. Kulit kering dapat membuat Anda gatal. Penglihatan kabur, Perubahan tingkat cairan dalam tubuh bisa membuat lensa di mata membengkak sehingga lensa mata berubah bentuk dan kehilangan kemampuan untuk fokus.
Pada kondisi tertentu, terdapat gejala-gejala yang cenderung muncul setelah glukosa telah tinggi untuk waktu yang lama.
Infeksi jamur, Baik pria maupun wanita dengan diabetes bisa terkena ini. Jamur menyukai glukosa, sehingga orang diabetes membuat jamur mudah berkembang. Infeksi dapat tumbuh dalam area kulit yang hangat dan lembab sepeti lipatan kulit yaitu di anntara jari tangan dan kaki, di bawah payudara, di sekitar organ intim Penyembuhan luka yang lambat, Seiring waktu, gula darah tinggi dapat mempengaruhi aliran darah dan menyebabkan kerusakan saraf yang membuat tubuh Anda sulit untuk menyembuhkan luka. Nyeri atau mati rasa di kaki. Penurunan berat badan. Jika tubuh tidak bisa mendapatkan energi dari Anda, sel akan mulai membakar otot dan lemak untuk mendapatkan sumber energi lainnya sebagai gantinya. Pasien akan kehilangan berat badan meskipun tidak berolahraga maupun tidak mengurangi makan. Mual dan muntah. Ketika tubuh membakar sumber energi lain selain glukossa, hasil pembakaran itu berupa “keton.” Darah dapat jatuh dalam kondisi pH asam, kondisi mungkin mengancam jiwa yang disebut ketoasidosis diabetikum, Keton dapat menyebabkan sakit perut, mual, dan muntah.
Pengobatan Diabetes Tipe 1 dan 2 Diabetes tipe 1 Diabetes tipe 1 juga disebut diabetes insulin-dependent, Dulu disebut juga dengan diabetes onset-anak, karena sering dimulai pada masa kanak-kanak. Namun seiring berjalannya waktu, banyak penelitian menunjukkan bahwa tipe ini bisa muncul juga pada orang dewasa.
- Diabetes tipe 1 adalah kondisi autoimun.
- Ini disebabkan pankreas diserang dengan antibodi tubuh pasien sendiri.
- Pada penderita tipe ini, pankreas yang rusak tidak membuat insulin.
- Diabetes tipe ini dapat disebabkan oleh kecenderungan genetik.
- Sejumlah risiko medis yang berhubungan dengan diabetes tipe 1 Banyak dari mereka berasal dari kerusakan pembuluh darah kecil di mata Anda (disebut retinopati diabetik), saraf (neuropati diabetes), dan ginjal (nefropati diabetik).
Bahkan risiko yang lebih serius adalah meningkatnya risiko penyakit jantung dan stroke. Pengobatan untuk tipe 1 ini adalah dengan pemberian insulin, dengan cara disuntikkan melalui kulit ke dalam jaringan lemak (biasasnya di jaringan lemak perut). Diabetes Tipe 2 Sejauh ini, bentuk paling banyak dari penyakit ini adalah diabetes tipe 2.95% kasus ditemukan pada orang dewasa.
- Tipe 2 ini dulu disebut dengan diabetes onset dewasa, tapi dengan epidemi banyaknya kasus obesitas pada anak-anak, banyak remaja baru yang juga mengalami tipe ini.
- Diabetes tipe 2 juga disebut non-insulin dependent diabetes.
- Diabetes tipe 2 biasanya lebih ringan daripada tipe 1 karena pankreas sebenarnya mampu menghasilkan insulin, namun karena gaya hidup dan makanan yang tidak terjaga, pankreas mengalami “kelelahan”.
Pankreas mampu menghasilkan sejumlah insulin. Tapi jumlah yang dihasilkan tidak cukup untuk kebutuhan tubuh atau sel-sel tubuh lainnya menjadi “kebal” terhadap insulin sehingga menjadi sel resisten insulin. Resistensi insulin, atau kurangnya sensitivitas terhadap insulin, kebanyakan terjadi pada sel lemak, hati, dan sel-sel otot.
- Sama seperti tipe 1, tipe 2 mampu menyebabkan komplikasi kesehatan, terutama di pembuluh darah terkecil dalam tubuh seperti ginjal, saraf, dan mata.
- Diabetes tipe 2 juga meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke.
- Orang yang mengalami obesitas – dengan berat badan lebih dari 20% dari berat badan ideal – beresiko sangat tinggi untuk terkena tipe ini.
Orang gemuk cenderung memiliki resistensi insulin. Dengan resistensi insulin, pankreas harus bekerja terlalu keras untuk menghasilkan lebih banyak insulin. Tapi meskipun begitu, tidak ada cukup insulin untuk menjaga gula normal. Tidak ada obat untuk penyakit ini.
- Pada awalnya, diabetes tipe 2 dapat dikendalikan dengan manajemen berat badan, nutrisi, dan olahraga.
- Biasanya, tipe ini berkembang lebih pesat pada akhirnya, sehingga obat antidiabetes sering dibutuhkan.
- Tes A1C adalah tes darah yang memperkirakan kadar glukosa rata dalam darah Anda selama tiga bulan sebelumnya.
Pengujian A1C periodik mungkin disarankan untuk melihat seberapa baik diet, olahraga, dan obat-obatan bekerja untuk mengontrol gula darah dan hasilnya dilihat untuk mencegah kerusakan organ. Tes A1C biasanya dilakukan beberapa kali dalam setahun. Hubungi dokter jika:
Merasa sakit perut yang sangat hebat, lemah, dan sangat haus Ketika kencing sangat sering dan banyak Bernapas lebih dalam dan lebih cepat dari biasanya (nafas Kusmaull, salah satu penanda kegawatan pada diabetes) Memiliki napas yang berbau manis seperti cat kuku. (Ini adalah tanda dari kadar keton yang sangat tinggi
(dr. Ursula Penny) http://doktersehat.com/diabetes/ : Diabetes – Penyebab, Gejala, dan Pengobatan – Kabupaten Bogor
Menularkah penyakit diabetes melitus?
Jawabannya tidak menular. Diabetes bukan penyakit menular. Waspadai Gejala – gejala Diabetes Ini!
Apakah pasien komorbid Bisa Divaksin?
Kelompok Komorbid bisa Divaksinasi, Begini Ketentuannya Jakarta, 12 Februari 2021 Kementerian Kesehatan RI mengirimkan surat edaran (SE) kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten/Kota terkait pelaksanaan vaksinasi COVID-19. Dalam surat edaran tersebut tercantum salah satunya pelaksanaan vaksinasi bagi kelompok komorbid dengan ketentuan yang harus dipenuhi.
Surat edaran nomor HK.02.02/I/368/2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 pada Kelompok Sasaran Lansia, Komorbid dan Penyintas COVID-19, serta Sasaran Tunda itu telah ditandatangani pada Kamis (11/2) oleh Plt. Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kemenkes Dr.dr. Maxi Rein Rondonuwu, DHSM, MARS.
“Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional telah menyampaikan kajian bahwa vaksinasi COVID-19 dapat diberikan pada kelompok usia 60 tahun keatas, komorbid, penyintas COVID-19 dan Ibu menyusui dengan terlebih dahulu dilakukan anamnesa tambahan,” kata dr.
- Maxi. Pelaksanaan pemberian vaksinasi harus tetap mengikuti petunjuk teknis pelaksanaan vaksinasi COVID-19, antara lain bagi kelompok Lansia, pemberian vaksinasi pada kelompok usia 60 tahun ke atas diberikan 2 dosis dengan interval pemberian 28 hari (0 dan 28).
- Sementara untuk kelompok Komorbid, dalam hal ini Hipertensi, dapat divaksinasi kecuali jika tekanan darahnya di atas 180/110 MmHg, dan pengukuran tekanan darah sebaiknya dilakukan sebelum meja skrining.
Bagi kelompok komorbid dengan diabetes dapat divaksinasi sepanjang belum ada komplikasi akut. Bagi kelompok komorbid penyintas kanker dapat tetap diberikan vaksin. Selain itu penyintas COVID-19 dapat divaksinasi jika sudah lebih dari 3 bulan. Begitupun ibu menyusui dapat juga diberikan vaksinasi.
Seluruh Pos Pelayanan Vaksinasi harus dilengkapi kit anafilaksis dan berada di bawah tanggungjawab Puskemas atau rumah sakit,Selanjutnya untuk kelompok sasaran tunda akan di berikan informasi agar datang kembali ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk memperoleh vaksinasi COVID-19.Sehubungan dengan hal tersebut, maka diharapkan kepala dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota seluruh Indonesia dapat segera melakukan tindakan korektif yang diperlukan dalam rangka meningkatkan kelancaran pelaksanaan vaksinasi dan percepatan peningkatan cakupan vaksinasi COVID-19.
Hotline Virus Corona 119 ext 9. Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email [email protected] (D2) Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat drg.
Apakah GERD komorbid Covid?
” GERD komorbid berpotensi berbahaya bila pengidapnya terinfeksi COVID-19. Ada dua penyebabnya, yaitu kurangnya asupan nutrisi dan perlukaan di tenggorokan/kerongkongan. Hal ini berkaitan dengan nyeri perut yang dirasakan karena berhubungan dengan gejala anosmia atau kehilangan indra penciuman dan perasa pada pengidap COVID-19.
- Berikut ini ulasannya.” Halodoc, Jakarta – Pagebluk COVID-19 belum menunjukkan titik akhir, termasuk di Indonesia.
- Penyakit ini bisa menginfeksi siapa saja, bahkan orang yang sudah divaksin juga bisa tetap terinfeksi.
- Orang-orang dengan kondisi kesehatan tertentu lebih rentan mengalami komplikasi yang parah akibat COVID-19.
Mereka dengan penyakit terdahulu atau komorbid lebih berisiko mengalami komplikasi yang signifikan. Menurut data kesehatan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), mereka yang memiliki masalah medis mendasar seperti penyakit kardiovaskular, diabetes, penyakit pernapasan kronis, dan kanker lebih mungkin mengembangkan penyakit serius.
- Baru-baru ini juga disebutkan, GERD komorbid berpotensi berbahaya ketika pengidapnya terinfeksi COVID-19.
- Benarkah demikian? Ketahui faktanya di sini! Baca juga: 5 Komorbid yang Perlu Diwaspadai di Masa Pandemi Dilansir dari laman CNN Indonesia, disebutkan kalau GERD menjadi penyakit komorbid yang berisiko meningkatkan komplikasi saat terinfeksi COVID-19, dikarenakan masalah anosmia.
Anosmia membuat kita mengalami kehilangan penciuman dan indra perasa. Terkadang kondisi ini membuat penyintas atau pengidap COVID-19 tidak selera makan sehingga melewatkan waktu makan. Padahal, orang dengan gangguan GERD tidak boleh melewatkan waktu makannya.
- Menurut data kesehatan yang dipublikasikan oleh UNCW Health Promotion disebutkan pengidap GERD tidak boleh melewatkan waktu makan karena dapat menyebabkan kekambuhan.
- Beberapa gejala yang muncul saat GERD sudah kambuh, yaitu: 1.
- Esulitan menelan.2.
- Gangguan pernapasan.3.
- Mual dan muntah.4.
- Gangguan tidur.5.
Kerusakan gigi karena asam lambung. Tidak hanya makan teratur, pengidap GERD disarankan untuk makan dalam porsi kecil 3-4 jam secara perkala. Makan tidak teratur dan melewatkan waktu makan karena tidak selera makan bisa berdampak kepada imun tubuh. Baca juga: Dampak Negatif COVID-19 pada Anak yang Punya Komorbid Sedangkan orang dengan infeksi COVID-19 perlu menjaga daya tahan tubuhnya sebaik mungkin.
Penyakit apa saja yang tidak boleh divaksin Corona?
Siapa Saja yang Tidak Boleh Divaksin? – Apabila berdasarkan pengukuran suhu tubuh calon penerima vaksin sedang demam (≥ 37,5 0C), vaksinasi ditunda sampai pasien sembuh dan terbukti bukan menderita Covid-19 dan dilakukan skrining ulang pada saat kunjungan berikutnya. Kedua, berada dalam salah satu kondisi berikut:
Pernah terkonfirmasi menderita Covid-19. Ibu hamil atau menyusui Mengalami gejala ISPA seperti batuk, pilek, sesak napas dalam 7 hari terakhir Anggota keluarga serumah yang kontak erat, suspek, konfirmasi, sedang dalam perawatan karena penyakit covid-19 Memiliki riwayat alergi berat atau mengalami gejala sesak napas, bengkak, dan kemerahan setelah divaksinasi covid-19 sebelumnya (untuk vaksinasi kedua) Sedang mendapatkan terapi aktif jangka panjang terhadap penyakit kelainan darah Menderita penyakit jantung seperti gagal jantung, penyakit jantung koroner Menderita penyakit Autoimun Sistemik seperti SLE, Lupus, Sjogren, vaskulitis, dan autoimun lainnya. Menderita penyakit ginjal seperti penyakit ginjal kronis Menderita penyakit Reumatik Autoimun atau Rhematoid Arthritis Menderita penyakit saluran pencernaan kronis Menderita penyakit Hipertiroid atau hipotiroid karena autoimun Menderita penyakit kanker, kelainan darah, imunokompromais atau defisiensi imun, dan penerima produk darah atau transfusi Menderita penyakit Diabetes Melitus Menderita HIV Memiliki riwayat penyakit paru seperti asma, PPOK, dan TBC.
Orang yang pernah positif apakah bisa divaksin?
Penyintas Bisa Divaksinasi COVID-19 Setelah 1 Bulan Sembuh Jakarta, 30 September 2021 Penyintas atau seseorang yang pernah mengalami positif COVID-19 kini bisa disuntikkan vaksin setelah 1 bulan dinyatakan sembuh dan hasil swab negatif. Ketentuan tersebut tertuang dalam Surat Edaran Plt.
Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementerian Kesehatan nomor, Dengan demikian Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor HK.01.07/Menkes/4638/2021 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Vaksinasi dalam rangka Penanggulangan Pandemi COVID-19 sudah tidak berlaku. Dalam keputusan Menkes itu disebutkan bahwa penyintas boleh divaksinasi setelah 3 bulan dinyatakan sembuh.
Kemudian dalam peraturan baru, yakni Surat Edaran tentang vaksinasi COVID-19 bagi penyintas, disebutkan bahwa penyintas boleh divaksinasi setelah 1 bulan dan 3 bulan dinyatakan sembuh, tergantung derajat keparahan penyakit. Plt. Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit dr.
- Maxi Rein Rondonuwu mengatakan vaksinasi COVID-19, dalam aspek ilmiah dan medis, bersifat dinamis dan terus mengalami perkembangan.
- Data terkait efikasi dan keamanan vaksin juga terus digali dan disempurnakan oleh para ahli, salah satunya mengenai pemberian vaksinasi bagi sasaran penyintas COVID-19,” katanya di Jakarta, Kamis (30/9).
Berdasarkan data-data terkini, Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional, atau ITAGI melalui surat nomor 98/ITAGI/Adm/IX/2021 tanggal 20 September 2021 telah mengeluarkan kajian dan rekomendasi terbaru mengenai pemberian vaksinasi COVID-19 bagi penyintas COVID-19.
Dengan demikian telah ditentukan penyintas dengan derajat keparahan penyakit ringan sampai sedang, vaksinasi diberikan dengan jarak waktu minimal 1 bulan setelah dinyatakan sembuh. Sementara untuk penyintas dengan derajat keparahan penyakit yang berat, vaksinasi diberikan dengan jarak waktu minimal 3 bulan setelah dinyatakan sembuh.
Menderita Diabetes & Covid-19, Harus Apa? – AYO SEHAT
Jenis vaksin yang diberikan kepada penyintas disesuaikan dengan logistik vaksin yang tersedia. Hotline Virus Corona 119 ext 9. Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email [email protected] (D2) Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat drg.
Bolehkah vaksin booster sebelum 3 bulan?
Apakah saya bisa vaksinasi booster lebih cepat dari jadwal? – Tidak bisa. Jadwal yang tercantum pada aplikasi PeduliLindungi sudah disesuaikan dengan ketentuan pemerintah yang mengharuskan minimal 3 bulan dari dosis kedua.
Apakah Omicron menyerang lambung?
Omicron Menginfeksi Usus Picu Gangguan Pencernaan – Orang yang sudah divaksinasi sebelumnya juga bisa terinfeksi omicron. Jika sekarang-sekarang ini kamu mengalami muntah, mual, dan sakit perut tanpa demam, ada kemungkinan kamu terinfeksi varian omicron, dan ada baiknya untuk segera melakukan tes COVID-19.
- Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, varian omicron tidak hanya bisa memengaruhi saluran pernapasan bagian atas, melainkan juga gangguan perut.
- Ini bisa jadi karena omicron menginfeksi mukosa usus, sehingga mengakibatkan peradangan.
- Varian baru omicron ini jauh lebih menular daripada varian sebelumnya.
Meskipun omicron terasa seperti gejala biasa, varian ini bisa jadi berbahaya dan menyebabkan gejala jangka panjang yang mengganggu kehidupan sehari-hari. Apalagi bagi orang yang belum divaksinasi ataupun mendapatkan booster serta mereka yang memiliki daya tahan tubuh lemah.
- Jangan menganggap sakit perut, mual dan kehilangan nafsu makan sebagai flu biasa, jika kamu memiliki gejala demikian, segera isolasi diri.
- Diskusikan dengan dokter gejala ini sembari tetap mempertahankan hidrasi yang baik, makan seperti biasa, serta konsumsi makanan kecil yang sehat dan ringan termasuk kacang-kacangan.
Hindari makanan pedas dan alkohol. Sejauh ini, orang yang terinfeksi omicron adalah mereka yang berusia muda. Namun, kelompok usia senior juga bisa mengalami peningkatkan infeksi jika terpapar orang yang terinfeksi. Selain masalah pencernaan, gejala lain yang patut diperhatikan adalah:
Pilek.Sakit kepala.Bersin-bersin.Batuk terus-menerus.Sakit tenggorokan.
Omicron juga kerap telah dikaitkan dengan keringat malam, kelelahan, nyeri di seluruh tubuh terutama punggung bagian bawah. Orang yang terinfeksi omicron dapat menularkan orang lainnya selama 12 hari, yaitu dua hari sebelum gejala dimulai hingga 10 hari setelahnya.
- Selama waktu ini kemungkinan pengidapnya masih akan tetap positif saat dites COVID-19.
- Orang yang terinfeksi omicron dapat menularkan infeksi kepada orang lain, bahkan jika mereka memiliki gejala ringan atau tanpa gejala sama sekali.
- Itulah sebabnya perlu melakukan isolasi mandiri.
- Perlu dicatat bahwa periode infeksi 12 hari ini adalah tindakan pencegahan umum karena pengalaman setiap orang bisa jadi berbeda-beda.
Jendela antara infeksi dan penularan mungkin lebih pendek untuk varian omicron ketimbang delta. Itulah informasi mengenai omicron, gejala gangguan pencernaan karena infeksi omicron yang penting untuk diketahui. Kalau kamu masih punya pertanyaan mengenai omicron dan penanganannya, tanyakan saja langsung ke dokter lewat aplikasi Halodoc,
Apakah GERD penyakit seumur hidup?
Gejala GERD yang Disebut Asam Lambung Kronis, Apa yang Harus Dihindari? #Liputanmedia TRIBUNPONTIANAK.CO.ID- Gejala yang biasa terjadi saat adalah rasa asam atau pahit di mulut dan sensasi perih atau panas terbakar di dada dan,
Kedua gejala ini biasanya akan semakin memburuk saat penderita membungkuk, berbaring, atau setelah makan.Kebanyakan orang dapat mengatasi ketidaknyamanan GERD dengan perubahan gaya hidup dan obat-obatan yang dijual bebas.Tetapi beberapa orang dengan GERD mungkin memerlukan obat atau operasi yang lebih kuat untuk meredakan gejala.
Dikutip dari FK UI, Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB, FINASIM, Dokter Spesialis Gastroenterologi FKUI-RSCM mengatakan bahwa GERD dan maag bukanlah penyakit seumur hidup sehingga bisa disembuhkan. Tanda dan meliputi:
Sensasi terbakar di dada (mulas), biasanya setelah makan, yang mungkin lebih buruk di malam hari Sakit dada Kesulitan menelan Regurgitasi makanan atau cairan asam Sensasi ada benjolan di tenggorokan
Jika Anda mengalami refluks asam pada malam hari, Anda mungkin juga mengalami:
Batuk kronis Radang tenggorokan Asma baru atau yang memburuk Tidur terganggu
Dikutip dari Alodokter.com, kita perlu mengetahui bahwa gejala GERD terkadang disalahartikan dengan serangan jantung, karena keduanya sama-sama menimbulkan sensasi perih di dada dan nyeri ulu hati. Akan tetapi, gejala kedua peyakit ini bisa dibedakan.
- Nyeri atau nyeri dada karena serangan jantung biasanya dirasakan sangat berat, menjalar hingga ke lengan, leher, atau rahang, dan biasanya muncul setelah melakukan aktivitas fisik.
- Sedangkan nyeri karena gejala GERD umumnya disertai adanya rasa asam pada mulut, tidak diperparah oleh aktivitas fisik, tidak menyebar hingga ke lengan atau leher, dan dirasakan semakin berat saat berbaring.
“Memang penyakit ini bisa sembuh tapi juga bisa kambuh. Intinya adalah kalau bisa mengendalikan faktor risiko setelah diobati, itu bisa sembuh total. Makanya ini bisa dibilang on demand treatment,” kata Prof. Ari. Sementara itu, Prof. Ari mengatakan bahwa masih banyak orang yang belum bisa membedakan antara penyakit maag dengan GERD.
Menurut Prof. Ari, penyakit maag hanya terjadi di lambung saja dengan gejala seperti nyeri uluhati, begah, mual, muntah, kembung, cepat kenyang dan sendawa. Sedangkan GERD adalah naiknya asam lambung ke kerongkongan atau balik arah. Gejala utama dari GERD adalah rasa panas di dada dan mulut terasa pahit.
“Bisa juga telinga berdenging, hidung tersumbat, gigi ngilu itu lebih ke GERD. Orang bisa kena GERD dan maag sekaligus tapi kalau murni GERD, dia biasanya enggak ada gejala-gejala di lambung,” ujar Prof. Ari. Sebagai pertolongan pertama ketika GERD kambuh, seseorang bisa mengkonsumsi obat yang mengandung antasida atau sejenisnya untuk menetralkan asam lambung.
Namun, jika sakit berlanjut maka harus segera mengunjungi rumah sakit. Guna mengatasi gejala GERD, Anda bisa mengonsumsi obat-obatan golongan berikut ini, yaitu antasida, h-2 receptor blockers, seperti cimetidine, famotidine, dan ranitidine, serta proton pump inhibitors (PPIs), seperti lansoprazole dan omeprazole.
Di samping mengonsumsi beberapa obat di atas, melakukan perubahan gaya hidup juga penting dilakukan supaya gejala GERD tidak kambuh kembali. Perubahan yang dimaksud adalah:
Menurunkan berat badan, jika memiliki berat badan yang berlebih. Tidak merokok. Meninggikan kepala saat tidur. Tidak berbaring atau tidur setidaknya dalam waktu 2 hingga 3 jam setelah makan. Menghindari makanan atau minuman yang memicu, seperti alkohol, susu, makanan yang pedas dan berlemak, cokelat, mint, dan kopi. Tidak mengenakan pakaian yang terlalu ketat.
sumber berita: https://pontianak.tribunnews.com/2022/07/20/gejala-gerd-yang-disebut-asam-lambung-kronis-apa-yang-harus-dihindari?page=2#google_vignette : Gejala GERD yang Disebut Asam Lambung Kronis, Apa yang Harus Dihindari?
Bolehkah berhubungan intim saat sakit maag?
Seorang dengan gangguan lambung dapat melakukan hubungan badan sebagaimana orang sehat pada umumnya, tanpa harus mengkhawatirkan bahwa penyakit lambungnya dapat menjadi lebih parah akibat hubungan badan, karena kedua hal tersebut tidak berkaitan.
Apakah hipertensi termasuk penyakit komorbid?
Hipertensi Komorbid Tertinggi Covid-19 JAKARTA (17/5) – Hipertensi dinyatakan sebagai penyakit paling berbahaya di masa pandemi Covid-19. Pasalnya, data terkini penderita Covid-19 menunjukkan hipertensi menjadi komorbid tertinggi yaitu sebesar 50,1 persen dan dapat memperburuk kondisi penderita Covid-19.
- Meskipun di samping hipertensi, penyakit komorbid lain yang juga bisa menyebabkan kematian bagi pasien Covid-19 yaitu diabetes, penyakit paru-paru, jantung, dan demam berdarah dengue (DBD).
- Hipertensi juga dikenal sebagai pembunuh diam-diam atau the silent killer karena sering disertai tanpa ada keluhan.
Padahal, hipertensi menjadi faktor risiko utama penyakit kardiovaskular, terutama penyakit jantung, stroke, gagal ginjal, dan demensia. Bahkan data BPJS, setiap tahun anggaran yang dikeluarkan untuk pengobatan penyakit tersebut bisa mencapai Rp 5,4 triliun.
Dalam rangka memperingati Hari Hipertensi Sedunia yang jatuh tepat hari ini, 17 Mei, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengajak masyarakat untuk melakukan pencegahan dan pengendalian khususnya hipertensi melalui Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas).
“Hipertensi bila tidak dicegah atau dikendalikan akan mengakibatkan beban negara untuk menyediakan biaya pengobatan penyakit katastropik yang juga akan terus meningkat. Oleh sebab itu, kesadaran masyarakat untuk melakukan Germas ini sangat kita butuhkan,” ujarnya.
- Contoh Germas* Dijelaskan Muhadjir, Germas adalah suatu tindakan sistematis dan terencana yang dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh komponen bangsa.
- Hal itu dilakukan dengan kesadaran, kemauan, dan kemampuan berperilaku sehat untuk meningkatkan kualitas hidup.
- Beberapa kegiatan Germas meliputi, peningkatan aktivitas fisik yang dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja paling sedikit 30 menit setiap hari.
Istirahat tidur yang cukup 6-8 jam untuk orang dewasa, tidak merokok, tidak minum alkohol atau narkoba, serta perbaikan gizi dengan mengonsumsi sayur dan buah setiap hari. “Di samping itu, kita juga perlu peningkatan kualitas lingkungan, peningkatan edukasi hidup sehat, dan bagi penderita Covid-19 harus berhenti merokok,” tegas Menko PMK.
Apa itu onset gejala?
Dalam penanganan suatu penyakit, waktu dan durasi menjadi suatu hal yang penting untuk mengetahui pola perkembangan penyakit, seperti onset dan masa pemulihan. Dalam dunia kedokteran, istilah onset sering digunakan untuk menggambarkan waktu permulaan munculnya suatu penyakit alias kapan pertama kali gejala mulai kamu rasakan.
- Melalui analisis dari kasus pandemi COVID-19 di China pada bulan Februari 2020 lalu, World Health Organization (WHO) mengungkapkan bahwa waktu median dari onset hingga pemulihan klinis untuk kasus ringan adalah sekitar 2 minggu.
- Sementara itu, pasien dengan penyakit parah dan kritis membutuhkan waktu 3-6 minggu,
Di sisi lain, data awal menunjukkan bahwa periode waktu dari onset hingga perkembangan penyakit parah, termasuk hipoksia, adalah 1 minggu. Menurut sebuah penelitian di Shanghai pada bulan Mei 2020, dari 249 pasien terkonfirmasi COVID-19 yang terdaftar dengan usia rata-rata 51 tahun, perkiraan durasi rata-rata demam pada semua pasien dengan demam adalah 10 hari setelah timbulnya gejala.
Pasien yang dipindahkan ke unit perawatan intensif (ICU) memiliki durasi demam yang lebih lama secara signifikan dibandingkan dengan mereka yang tidak di ICU. Pembersihan virus juga lebih lama pada pasien di ICU dibandingkan mereka yang tidak dirawat di ICU. Selain itu, durasi rata-rata untuk tes PCR negatif dari saluran pernapasan bagian atas adalah 11 hari.
Dikutip dari NY Times, asisten profesor penyakit menular di Universitas Alberta, Dr. Ilan Schwartz, menyampaikan bahwa sebagian kecil pasien COVID-19 memasuki “gelombang kedua yang sangat parah” dalam kurun waktu seminggu. Setelah mengalami gejala awal, keadaan mereka menjadi stabil dan bahkan mungkin sedikit membaik sebelum akhirnya mengalami perburukan sekunder.
Hari 1—3
Gejala awal COVID-19 sangat bervariasi. Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat mengidentifikasi 11 gejala utama COVID-19. Kebanyakan gejala merupakan gejala ringan yang kerap dianggap remeh oleh sebagian orang. Demam, batuk kering, serta kehilangan indra penciuman dan pengecapan adalah gejala yang paling umum dirasakan penderita COVID-19 pada hari pertama.
Hari 4—6
Beberapa pasien tetap hanya mengalami gejala ringan atau bahkan tidak bergejala sama sekal. Ini yang kerap disebut sebagai orang tanpa gejala. Selain itu, beberapa anak dan orang dewasa yang lebih muda dengan penyakit ringan mungkin mengalami ruam, termasuk bercak merah yang gatal, bengkak atau melepuh pada jari kaki.
Hari 7—8
Dikutip dari Kompas.com, hari ketujuh merupakan rata-rata waktu pasien di Wuhan, China, dirawat di rumah sakit. Para pasien dengan penyakit ringan dapat sembuh setelah mengalami fase terburuk dalam rentang waktu ini. Namun, pasien tersebut tetap harus menunggu 10 hari sejak hari pertama gejala dimulai dan melewati 24 jam tanpa demam sebelum diperbolehkan meninggalkan isolasi.
Hari 8—12
Pemantauan juga terus dilanjutkan selama minggu kedua. Pasien mungkin merasa lebih baik untuk tidur dengan posisi tengkurap atau menyamping. Dalam rentang ini, pasien dapat membaik atau malah memburuk yang ditunjukkan lewat peningkatan batuk dan sesak nafas.
Hari 13—14
Pasien dengan penyakit ringan biasanya sudah pulih dengan baik selama rentang ini. Pasien dengan lebih buruk, tetapi dengan kadar oksigen normal sebagian besar akan pulih setelah dua minggu. Namun, banyak juga pasien kategori ini yang melaporkan kelelahan yang berkepanjangan dan masalah lainnya sebagai salah satu dari dampak pascapemulihan COVID-19.
- Para penyintas COVID-19 disarankan untuk kembali beraktivitas secara perlahan.
- Selain itu, pasien dengan gejala parah dan mereka yang membutuhkan perawatan tambahan bisa jadi merasakah kelelahan dan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk pulih.
- Ontributor: Caroline Aretha M.
- Referensi: Chen, J., Qi, T., Liu, L., Ling, Y., Qian, Z., Li, T., Li, F., Xu, Q., Zhang, Y., Xu, S., Song, Z., Zeng, Y., Shen, Y., Shi, Y., Zhu, T., & Lu, H.
(2020). Clinical progression of patients with COVID-19 in Shanghai, China. The Journal of infection, 80 (5), e1–e6. https://doi.org/10.1016/j.jinf.2020.03.004 Centers for Disease Control and Prevention (2020): Symptoms of Coronavirus. Diakses melalui https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/symptoms-testing/symptoms.html pada 13 Desember 2020.
- The New York Times (2020): Why Days 5 to 10 Are So Important When You Have Coronavirus.
- Diakses melalui https://www.nytimes.com/2020/04/30/well/live/coronavirus-days-5-through-10.html pada 13 Desember 2020.
- World Health Organizatin (WHO).
- 2020): Report of the WHO-China Joint Mission on Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).
Diakses melalui https://www.who.int/docs/default-source/coronaviruse/who-china-joint-mission-on-covid-19-final-report.pdf pada 13 Desember 2020.